Minggu 1: Norma Kesopanan

 17 September 2020 


Bismillahirrohmaanirrohiim

Ilustrasi Norma Kesopanan

Sumber Gambar: Pinterest

        Nama saya Najib Abdul Mugni Jayakarta. Biasa dipanggil Najib, namun teman di SMA memanggil dengan sebutan Jay dari penggalan nama akhir, Jayakarta. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan dan menjadi mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menulis blog ini bertujuan untuk kepentingan memenuhi tugas yang akan dilakukan setiap minggunya dari Dosen Mata Kuliah Pancasila, yaitu Bapak Study Rizal.

        Sebenarnya sedari kecil saya sangat tertarik dalam menulis sebuah blog. Apalagi salah satu dari impian saya adalah menjadi seorang penulis fiksi terkenal. Namun terlalu banyak alasan untuk menghambat diri pribadi dalam menulis sebuah catatan harian. Ini mungkin pertama kalinya saya menulis dengan bersungguh-sungguh sebuah catatan harian (mingguan), selain dari faktor tugas yang diberikan oleh bapak dosen, mungkin ini menjadi sebuah langkah yang tepat bagi saya untuk menjadi seorang penulis muda. Walau bisa dianggap terlambat dalam hal tulis-menulis, namun bukankah jarak seribu mil diawali dengan sebuah langkah kecil?.

        Kemarin siang hari jumat 16 September 2020, sekitaran jam 12an, ada sebuah peristiwa yang menurut saya sangat memprihatinkan. Saya yang saat itu sedang mengerjakan tugas kelompok makalah tasawuf dikejutkan dengan sebuah teriakan maling dari luar rumah, saya yang sigap lalu langsung berlari ke luar ruangan, saya berpapasan dengan kakak dan adik saya yang sama-sama berlari ke arah pintu keluar. Sialnya, saya menginjak sajadah yang belum dilipat rapih dan terjungkal dengan bokong yang menghantam lantai. Kedua saudara saya hanya tertawa dan meninggalkan saya yang kesakitan di dalam rumah, menunggu sakit dari terjungkal sedikit reda, saya pun menuju ke arah tempat teriakan tadi berasal dengan membawa sebuah tongkat yang saya temui di luar rumah. 

        Setelah saya sampai ke arah kerumunan, saya menanyakan apakah benar ada seorang maling kepada sepupu saya. Ternyata dari penjelasan dia, saya mengetahui bahwa adanya salah komunikasi antara kedua orang yang diduga maling dan yang berteriak, yaitu engkong saya sendiri.

        Kedua orang tersebut ternyata adalah teknisi dari tower Indosat yang menyewa lahan di tanah keluarga besar saya. Mereka diteriaki maling karena gelagat yang sangat mencurigakan, berdasarkan pemaparan dari engkong saya mereka keluar masuk jalan terus-menerus ke arah tower Indosat tanpa adanya permisi sama sekali yang dimana jalan yang mereka lalui bukanlah sebuah jalan umum, namun lahan pribadi milik keluarga besar saya. Mereka lalu tiba-tiba mendorong pagar dan ingin membuka kunci gembok pagar dari tower Indosat tersebut, engkong saya spontan lalu langsung berteriak maling kepada kedua orang tersebut. 

        Mereka yang panik lalu langsung mengeluarkan surat izin guna menjelaskan kepada orang-orang yang mulai berdatangan. Saat di interogasi oleh massa, jawaban mereka tidak meyakinkan dan tidak dapat memberikan KTPnya dengan dalih tidak membawanya, padahal mereka berdua. Mereka bersikukuh bahwa mereka telah mendapat izin dari atasannya untuk memperbaiki tower dengan datang membawa surat. Setelah kedua pekerja tersebut menjelaskan, akhirnya massa mulai meninggalkan tempat kejadian.

        Kedua pekerja tersebut tidak mengetahui bahwa jika seseorang ingin memperbaiki ataupun melakukan segala aktivitas yang berkaitan dengan tower Indosat haruslah meminta izin kepada keluarga besar saya khususnya engkong saya yang telah diberikan amanah sebagai pengawas tower tersebut dari pihak Indosat, karena dia juga yang memegang catatan pembukuan tentang kehadiran orang-orang yang melakukan perbaikan ataupun segala aktivitas di tower tersebut. Utusan Indosat pun datang dan meminta maaf atas kelalaian kedua stafnya.

        Kejadian kemarin dapat saya ambil hikmahnya, bahwa kita sebagai manusia harus mengedepankan norma, baik norma luhur, norma kesopanan, maupun pelbagai norma lainnya. Apalagi kita yang merupakan masyarakat Indonesia yang masih sangat menjunjung tinggi norma. Menurut saya, masalah kemarin sangat sepele, jika saja kedua orang tersebut menjunjung tinggi nilai kesopanan, pasti mereka akan meminta izin setidaknya berkomunikasi dengan warga sekitar lingkungan tower tersebut. Tidak akan adanya salah kaprah antara pihak keluarga saya dengan para pekerja tersebut, seandainya mereka tidak mengerti bahwa harus tanda tangan dulu jika ingin melakukan aktivitas di tower, pasti tidak akan dipersulit dan akan dijelaskan dengan baik oleh engkong saya ataupun orang yang ada di sekitar jika mereka berkomunikasi yang benar. 

Selesai.

  



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?