Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?

 11 November 2020

Pentas Seni sekolah saya

Bismillahirrahmanirrahiim,

      Pentas Seni atau Pensi adalah kegiatan seni yang biasanya dilakukan oleh siswa usia SMP hingga SMA. Menurut saya belakangan ini, penyelenggaraan Pensi yang baik menjadi sebuah achievement bagi siswa sekolah yang mengadakannya atau menjadi sarana eksistensi dan juga adu gengsi atau unjuk gigi antar sekolah.

       Musik merupakan seni yang palih mudah dicerna masyarakat pada umumnya. sehingga musik menjadi sesuatu yang diagungkan, apalagi oleh siswa-siswi sekolah menengah di Indonesia. Mengapa melibatkan siswa sekolah menengah? Karena penggunaan frase pentas seni sekarang selalu diafiliasikan kepada acara yang dibuat siswa sekolah menengah. 

      Kalau dilihat dari berbagai acara yang mengusung nama pentas seni di kalangan siswa SMP hingga SMA. Sehingga pensi seringkali identik dengan panggung musik. Pensi yang menghadirkan musisi-musisi terkenal, notabene dengan biaya yang sangat mahal, menghadirkan prestise tersendiri bagi siswa-siswi sekolah yang berhasil menghadirkannya. 

      Menurut saya, Pensi memang telah berubah terkait dengan penyelenggaraannya. Pensi biasanya diadakan di sekolah sehingga biayanya lebih murah. Namun, fakta dari sepuluh tahun terakhir, mulai muncul tren mengadakan pensi di luar sekolah. Panitia menyewa tempat seperti gelanggang olahraga atau gedung pertemuan tempat biasa festival musik nasional digelar. Tentang perform dalam pensi juga berubah. 

      Kalau dilihat pada zaman dahulu, pensi menjadi kesempatan utama menampilkan kehebatan siswa sekolah setempat dalam menari, menyanyi, main band, berpuisi, dan lainnya. Sekarang, sekolah-sekolah ternama memilih menghadirkan band-band yang sedang digemari remaja sebagai penampil utama. Ujung-ujungnya perubahan itu membutuhkan dana besar yang mengharuskan panitia yang terdiri atas para siswa berjuang mencari biaya. 

       Bicara mengenai kepentingan, siapa yang dihadirkan dalam kegiatan ini? Pada zaman dahulu orientasi pensi untuk kepentingan siswa, di mana penyelenggaraan acara menjadi ajang ‘eksis’ dari para siswanya. Namun kini, eksistensi tersebut terwujud dalam bentuk yang lain, di mana kini kepentingan siswa tersebut diwakili dengan sebisa mungkin membuat pagelaran yang baik atas dasar kepuasan khalayak umum. Hal tersebut ternyata dinilai menjadi sesuatu yang dibanggakan.

      Dari hasil pengamatan saya tentang pensi di mata siswa SMA, beberapa poin penting, antara lain: 

1. Sebagian besar pentas seni SMA, setidaknya diadakan setahun sekali dan mengundang bintang tamu dari luar sekolah. Presentase tertinggi mengenai tujuan mengadakan pensi adalah ajang unjuk kreatifitas adalah 70%, sementara sebagai ajang unjuk hasil ektrakurikuler adalah sebesar 30%.

    Menurut pertanyaan saya dengan teman-teman seumuran, sekitar 80% siswa yang merasa bahwa pensi itu adalah ajang sekolah untuk ‘eksis’. Hal ini sangat tidak konsisten dengan beberapa pensi yang  memberikan porsi bintang tamu lebih banyak dan lebih ‘menjual’ nama-nama tenar artis ketimbang unjuk kreatifitas atau ekskulnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa poster pensi SMP / SMA yang pernah saya datangi. Porsi informasi tentang unjuk kreatifitas dan ekskul dari sekolah justru minim. Contoh:





2. Kegiatan pensi umumnya diadakan di dalam lingkungan sekolah. Namun, tak menutup kemungkinan acara ini diadakan di luar sekolah. Demi memeriahkan acara dan menyedot banyak pengunjung, kegiatan pensi kerap mengundang bintang tamu dari luar sekolah. Tak jarang, artis atau band yang lagi ngetop, baik berskala nasional ataupun lokal tampil memeriahkan acara.  

3. Salah satu faktor penting dalam suksesnya acara pensi adalah dana. Tanpa dana, kegiatan unjuk kreativitas ini tidak akan berjalan. Menurut pengalaman saya sebagai panitia pensi di SMA, masih mengandalkan sponsor untuk mengadakan pensi. Ada juga yang berusaha menyelenggarakan kegiatan pensi dengan bermodalkan dana sendiri.

      Yang menjadi masalah adalah, siswa sekolah adalah siswa sekolah, bukan event organizer profesional yang sudah terbiasa mengelola acara-acara dengan level profesionalisme tinggi. Siswa SMA belum paham tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam tahapan event organizing. Padahal, event-event pensi di sejumlah sekolah menengah terpandang, contoh pensi SMA N 2 Tangerang Selatan atau Closing Moonzher Cup, seringkali melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar dan membutuhkan pemahaman tentang event organizing secara komprehensif.

      Hal ini menjadi peluang bisnis bagi event organizer (EO) di mana banyak yang menawarkan jasanya untuk menjadi konsultan atau mengelola eventnya keseluruhan. Lebih parahnya lagi, fenomena lain yang muncul adalah ketika guru sekolah berubah fungsi menjadi makelar artis dan makelar logistik pensi (Yang saya alami sendiri). 

      Saya sendiri merasa kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang pensi menjadi satu informasi yang fatal untuk membantu menyelesaikan fenomena sosial ini. Selain itu, perlu juga dipetakan bagaiman persepsi siswa sekolah menengah mengenai pensi sekolah secara lebih komprehensif dan menyeluruh.

Selesai. 

(Najib Jayakarta)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia