Minggu 11: Antasena Bukan Antareja

 


Sumber gambar: Wikipedia

Bismillahirrahmanirrahiim,

Anantasena atau sering disingkat Antasena adalah salah satu tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam naskah Mahabharata, karena merupakan asli ciptaan para pujangga Jawa. Tokoh ini dikenal sebagai putra bungsu Bimasena, serta saudara lain dari Antareja dan Gatotkaca.

Dalam pewayangan klasik versi Surakarta, Antasena merupakan nama lain dari Antareja, yaitu putra sulung dari Bimasena. Sementara versi Yogyakarta, Antasena dan Antareja adalah dua orang tokoh yang berbeda.

Akan tetapi dalam pewayangan zaman sekarang, para dalang Surakarta sudah biasa memisahkan tokoh Antasena dengan Antareja, sebagaimana yang dilakukan para dalang Yogyakarta.

Asal-usul:

Antasena lahir dari seorang ibu bernama Dewi Urangayu putri Batara Mintuna. Bima meninggalkan Urangayu dalam keadaan mengandung ketika ia harus kembali ke Kerajaan Amarta. Antasena lahir dan dibesarkan dalam naungan ibu dan kakeknya.

Setelah dewasa, ia pergi ke Amarta untuk menemui ayah kandungnya. Namun saat itu, Bima dan para Pandawa sedang disekap oleh sekutu Korawa yang bernama Ganggatrimuka raja Dasarsamodra.

Antasena berhasil menemukan para Pandawa dalam keadaan mati disekap di dalam penjara besi yang ditenggalamkan di laut. Dengan menggunakan Cupu Madusena pusaka pemberian kakeknya, Antasena berhasil menghidupkan mereka kembali. Ia juga berhasil meweskan Ganggatrimuka.

Antasena kemudian menikahi sepupunya yang bernama Janakawati putri Arjuna.

Sifat dan Kesaktian:

Antasena digambarkan berwatak polos dan lugu, namun teguh dalam pendirian. Dalam berbicara dengan siapa pun, ia selalu menggunakan bahasa ngoko sehingga seolah-olah tidak mengenal tata karma. Namun, hal ini justru menunjukan kejujurannya di mana ia memang tidak suka dengan basa-basi duniawi.

Dalam hal kesaktian, Antasena dikisahkan sebagai putra Bima yang paling sakti. Ia mampu terbang, amblas ke dalam bumi, serta menyelam di air. Kulitnya terlindung oleh sisik udang yang membuatnya kebal terhadap segala senjata.

Kematian:

Antasena dikisahkan meninggal secara moksa bersama sepupunya, yaitu Wisanggeni putra Arjuna. Keduanya meninggal sebagai tumbal kemenangan para Pandawa menjelang meletusnya perang Bharatayudha.

Ketika itu Wisanggeni dan Antasena menghadap Sanghyang Wenang, leluhur para dewa, untuk meminta restu atas kemenangan Pandawa melawan Korawa. Sanghyang Wenang menyatakan bahwa keduanya ikut perang justru akan membuat Pandawa kalah. Antasena dan Wisanggeni pun memutuskan untuk tidak kembali ke dunia. Keduanya kemudian menyusut sedikit-demi sedikit dan akhirnya musnah sama sekali di Kahyangan Sanghyang Wenang.

(Najib Jayakarta)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?