Minggu 18: Gunting Syafruddin, Kebijakan Nyeleneh Menteri Keuangan

 14 Maret 2021

Sumber Gambar: Kompas

Bismillahirrahmanirrahiim,

      Mungkin kita sering mendengar pemerintah mengeluarkan kebijakan kontroversi yang merugikan lingkungan dan rakyat, tapi apakah kita pernah mendengar kebijakan nyeleneh pemerintah Indonesia untuk memajukan ekonomi serta menghilangkan pengaruh asing dari Indonesia?

      10 Maret lalu mungkin mengingatkan kita saat di masa sekolah tentang sebuah kebijakan ekonomi di masa pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II pada 10 Maret 1950 yang dilakukan untuk meringankan kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami kondisi finansial sangat buruk pasca kemerdekaan, yaitu Kebijakan Gunting Syafruddin.

      Mungkin beberapa dari kita mengenal istilah sanering atau devaluasi, yaitu kebijakan ekonomi dengan cara memotong nilai mata uang untuk memotong daya beli masyarakat, namun disinilah keanehan atau nyelenehnya kebijakan ini.

      Kenapa kebijakan ini bernama Gunting Syafruddin? Selain karena digagas oleh Syafruddin Prawiranegara, kebijakan pemerintah ini juga benar-benar dengan cara menggunting fisik uang kertas yang beredar zaman itu menjadi 2 bagian. Kebijakan berani ini dilakukan karena ada 3 mata uang yang beredar untuk melakukan transaksi di wilayah Indonesia, antara lain:

Sumber: Boombastis.com

 1.  Oeang Republik Indonesia(ORI), yaitu uang yang diterbitkan pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan untuk mengganti uang Jepang dan uang De Javasche Bank sebagai alat pembayaran sah di Indonesia.
 2.  Uang De Javasche Bank(Gulden), yaitu uang yang diterbitkan oleh bank pemerintahan Hindia-Belanda sebelum kedatangan Jepang.
 3.  Uang Netherlands Indies Civil Administration(NICA), yaitu uang yang diterbitkan setelah Belanda datang kembali ke Indonesia bersama Sekutu pasca kekalahan Jepang di Perang Dunia II.

      Dengan 3 uang yang beredar sebagai alat pembayaran pada zaman itu, tentu membuat Syafruddin Prawiranegara mengeluarkan kebijakan ini untuk mengeluarkan mata uang baru, tetapi dalam kebijakan ini, uang yang digunting 2 bagian hanya berlaku untuk pecahan Rp. 5 ke atas. Nantinya guntingan kiri uang kertas dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai 9 Agustus 1950. 

      Mulai 22 Maret sampai 16 April 1950, bagian kiri dapat ditukarkan dengan uang kertas baru di tempat-tempat yang sudah ditunjuk oleh pemerintah. Apabila melebihi dari tanggal yang ditetapkan, maka tidak berlaku lagi potongan uang tersebut. Sementara itu, bagian kanan uang kertas dinyatakan tidak berlaku sebagai alat pembayaran, namun dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah nilai semula dan akan dibayar 30 tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. 
 
      Kebijakan ambisius yang dilakukan Menteri Keuangan ini merupakan kebijakan sekali tembak untuk menaikan kondisi ekonomi Indonesia yang sedang terpuruk, menekan hiperinflasi, serta ditargetkan dapat mengisi kas pemerintahan dengan pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan mencapai 1,5 Miliar Rupiah.

      Walaupun kebijakan Gunting Syafruddin dapat dikatakan berhasil dalam menurunkan angka inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar, namun apabila dilihat secara jangka menengah, kebijakan ini dirasa tidak cukup untuk mengatasi keterpurukan dan kekacuan ekonomi Indonesia saat itu.


(Najib Jayakarta)

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?