Minggu 23: Thomas Aquinas, Sang Pembuka Cakrawala Teologis Kristen dari Pemikiran Islam

 

Lukisan "Thomas Aquinas" 
karya Fra Angelico pada abad ke-15.

Bismillahirrahmanirrahiim,

Thomas Aquinas (1225-1274), seorang filsuf Italia berdarah bangsawan dan teolog Kristen yang mengemukakan sebuah gagasan bahwasannya manusia adalah sebuah makhluk yang dapat berpikir sendiri dan melakukan sesuatu tanpa adanya campur tangan Tuhan.

Pada masa itu, Eropa Abad Pertengahan berkembang bahwasannya Manusia adalah makhluk yang sudah ditentukan takdirnya oleh Allah sehingga harus menjauhi segala larangan. Inilah alasan kenapa Ordo-ordo Kristen yang menganut prinsip kehidupan kerohaniawan sangat populer (Ora et Labora; Berdoa dan Bekerja) dibandingkan Ordo Kristen yang memiliki prinsip penyebaran agama (Gospel). Abad pertengahan juga merupakan saat dimana Gereja memiliki kekuatan terbesar dari semua bidang di Eropa Barat. Segala bentuk pemikiran dari seorang yang berasal di luar kalangan Kristen atau bertentangan dengan ajaran Kristen adalah sebuah larangan (Haram).

Kekuatan represif Gereja bisa dilihat dari hukuman yang diberikan oleh Galileo Galilei, Giordano Bruno, dan filsuf-filsuf lainnya. Sehingga benar adanya bahwa zaman pertengahan dapat dikatakan sebagai Abad Kegelapan (400-1600) oleh para pemikir/ cendekiawan/ filsuf di Eropa. Saat itu juga Gereja sangat menentang bahwa pemikiran Aristoteles yang di mana menjelaskan refleksi teologis (Penjelasan keagamaan dari pengalaman inderawi), mereka takut dengan pemikiran ini akan membuat orang-orang tidak percaya akan tuhan.

Kenapa Thomas Aquinas bisa mengenal pemikiran Aristoteles dan memaparkan sebuah ide yang tentang pemikiran tersebut, sedangkan pemikirannya sangat dilarang oleh pihak Gereja? Hal ini tidak lepas dari pengaruh Filsuf Islam yang menafsirkan pemikiran-pemikirannya dan pemikiran Yunani Kuno ke dalam sektor Eropa, terutama pemikiran Ibnu Rusyd (Averroes). Integrasi pemikiran Thomas Aquinas dengan pemikiran Aristoteles melalui pengaruh Ibnu Rusyd, membuat kaum intelektual Barat dapat membedakan antara pendekatan filosofis dan pendekatan teologis.

Selain itu Aquinas juga menerangkan keraguan dan kebuntuan orang-orang Kristen, tentang pertanyaan bagaimana orang non-Kristen dapat memiliki kebijaksanaan dan pada saat yang sama tidak tertarik, atau bahkan pengetahuan tentang, Yesus? Sebagaimana kita ketahui bahwa zaman Abad Pertengahan, yaitu Zaman Keemasan Islam (Islamic Golden Age) sangat maju teknologi, kedokteran, dan bidang lainnya dibandingkan di Eropa sana yang masih sentralistik Gerejawi. Kontribusi Aquinas yang sangat berpengaruh adalah untuk mengajarkan peradaban Eropa, bahwa manusia mana pun bukan hanya orang Kristen, dapat memiliki akses ke kebenaran besar setiap kali mereka memanfaatkan karunia terbesar Tuhan bagi manusia, yaitu akal.

Oleh karena itu, manusia tidak boleh menerima sesuatu hal penjelasan berdasarkan sisi teologis saja, namun dapat berifikir secara rasional melalui pendekatan inderawi dan lain sebagainya. Thomas Aquinas berpendapat bahwa terdapat tiga cara yang dapat ditempuh manusia untuk mengenal Tuhannya. Ketiga cara tersebut, antara lain:

1.      Via Positiva, yaitu manusia memiliki segala sesuatu yang positif atau baik dalam diri Allah

2.      Via Negativa, merupakan kebalikan dari teori pertama. Disebabkan oleh adanya analogi keadaan yaitu segala yang ada pada makhluk tentu tidak ada pada Allah dengan cara yang sama (segala sesuatu yang buruk dimiliki manusia tidak dimiliki Allah)

Dari kedua ini menjelaskan bahwa manusia memiliki sesuatu hal yang dimiliki Allah, dengan begitu apakah manusia lebih tinggi dibandingkan Allah? Pemikiran terakhir dicetuskan Aquinas, Via Iminentiae, bahwa segala sesuatu yang baik pada makhluk tentu berada pada Allah dengan cara yang jauh melebihi keadaan pada para makhluk itu (sempurna). Sehingga Allah hanya memiliki kesempurnaan dan tidak memiliki kecacatan yang dimiliki manusia.

Dua hal di atas mirip dengan konsep Mu’takzilah dan Sifat Wajib & Jaiz Allah SWT dalam Islam dan dicurigai bahwa Thomas Aquinas mengambil konsep ini ke dalam pemikirannya.

(Najib Jayakarta)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?