Minggu 25: Goethe, Sastrawan Barat yang Ternyata Muslim

 

Johann Wolfgang von Goethe


Bismillahirrahmanirrahiim,

"Jika ada yang murka karena Tuhan berkenan. Berkati Muhammad kebahagiaan dan lindungan, Sebaiknya dia pasang tambang kasar. Pada tiang rumahnya yang terbesar. Biar ikatkan diri di sana! Tali itu cukup kukuh. Akan ia rasakan murkanya meluruh."

 

Anda tidak salah. Ini adalah karya penyair Romantik Jerman Johann Wolfgang von Goethe, yang lahir tahun 1749, dan meninggal tahun 1832. Judulnya, Sabda Sang Nabi atau Der Prophet Spricht. Dan yang disebut-sebut memang benar adalah Muhammad SAW.

Tanpa banyak kita tahu, Johann Wolfgang von Goethe, sastrawan terbesar Jerman adalah manusia yang sangat dekat dengan Islam. Bahkan ia tak menolak ketika orang mengganggapnya sebagai seorang Muslim. Seperti dikatakan penerjemah karya-karyanya, Berthold Damshäuser. Damshäuser menyebut, Goethe pernah mengaku bahwa ia merasa lebih dekat dengan agama Islam daripada agama Kristen.

Damshäuser mengaku bangga bahwa tokoh budaya Jerman adalah seorang seperti Goethe, tapi lebih bangga lagi bahwa bangsa Jerman tidak pernah ada masalah karena Goethe mengaku jauh dari agama Kristen yang dianut sebagian besar rakyat Jerman, dan justru lebih dekat dengan agama "asing". Ini sebuah pertanda baik bagi bangsa Jerman.

Tak sedikit yang menganggap Goethe memang memeluk Islam. Selain dipandang sebagai salah satu perintis utama dialog Islam dan Barat. Tentu bukan oleh satu puisinya Sabda Sang Nabi tadi, melainkan oleh banyak sekali karya, seperti sajak Kitab Kedai Minuman atau Das Schenkenbuch:

 

"Apakah Al-Qur’an abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al-Qur’an ciptaan? Itu tak kutahu!. Bahwa ia kitab segala kitab, sebagai muslim wajib kupercaya. Tapi, bahwa anggur sungguh abadi, Tiada lah ku sangsi; Bahwa ia dicipta sebelum malaikat, mungkin juga bukan cuma puisi. Sang peminum, bagaimanapun juga, Memandang wajah-Nya lebih segar belia."

 

Di sajak ini kita menyimak ungkapan penyerahan diri kepada Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam, sekaligus juga pemujaannya terhadap anggur. Bahkan menyiratkan bahwa penikmatan sejati terhadap anggur, justru mampu membawa pada religiusitas sejati pula. Suatu sikap yang banyak ditemukan dalam sufisme Islam.

Damshäuser juga menegaskan bahwa Islam yang dikenal, didalami dan dikagumi Goethe memang Islam yang damai, sejuk, jernih, terbuka. Bukan jenis yang diperlihatkan oleh kaum yang kaku, radikal, penuh penghakiman dan pemarah sebagaimana banyak muncul beberapa belas tahun belakangan ini.

Islam yang indah, sikap keagamaan yang indah pula. Itulah yang tampak pada Islam dalam sajak-sajak Goethe. Misalnya lagi, sajak Wasiat:

 

"Tiada makhluk runtuh jadi tiada! Sang abadi tak henti berkarya dalam segala, Pada sang Ada lestarikan diri tetap bahagia! Abadilah ia: karena hukum-hukum suci. Melindungi khasanah-khasanah hayati, Dengan semesta menghias diri. Kebenaran sejak lama silam ditemukan, Telah pula mempertemukan ruh-ruh mulia. Kebenaran azali itu, peganglah dalam genggaman! Kau, putra bumi, bersyukurlah pada sang Bijaksana. Yang tunjukkan jalan bagi bumi tuk kita mentari"

 

Dalam surat yang dikirim kepada anak tunggalnya August, 17 Januari 1814, Goethe mengatakan “Beberapa agama telah mengecoh kita sampai kemudian datang al-Quran ke perpustakaan kita

Menurut Damshäuser, Wasiat merupakan salah satu puisi yang cukup sulit dipahami, namun dianggap penting dan mewakili kepemimpinan Goethe. Ditulis ketika di Eropa muncul pemikiran skeptis. Puisi yang mengajak pembaca memasuki segi-segi keimanan dalam diri masing-masing.

Tetapi bisa jadi sebagian besar karya Goethe memang tergolong sulit, jika bicara tentang upaya alih bahasanya. Terlebih penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia, yang berbeda sama sekali akarnya dengan Bahasa Jerman.

"Karya-karya Goethe cukup sulit karena puisinya punya ciri khas metrum jadi irama tertentu dan rima akhir agak sulit. Dan kadang-kadang tidak berhasil untuk mentransfer rama khas itu dengan rima akhir yang sama ke dalam Bahasa Indonesia. Itu pekerjaan yang rumit. Proses yang cukup pelik dan panjang," dikatakan Berthold Damshäuser, mengisahkan perjuangannya mengalihbahasakan karya-karya Goethe ini.

Johan Wolfgang von Goethe adalah seorang penyair, penulis prosa, dramawan, bahkan pelukis dan penemu. Dianggap sebagai sastrawan terbesar Jerman, sehingga namanya diabadikan sebagai pusat kebudayaan Jerman di seluruh dunia. Ia juga dianggap salah satu sastrawan periode Romantis zang paling berpengaruh di seluruh dunia.

Perjalanan Goethe melintasi tanah Arab dan Persia membuatnya terpukau pada kebudayaan Timur, dan membawa Goethe pada ketertarikan kuat untuk mempelajari Islam. Hingga di tahun 1815 tercipta kumpulan puisi Diwan Barat Timur. Salah satu karya penting dari sastrawan penting dunia yang mempertemukan Timur dan Barat dalam suatu dialog. Sebagaimana muncul dalam sajak Mukadimah Diwan.


"Yang kenal diri juga sang lain. Di sini pun kan menyadari:Timur dan Barat berpilin. Tak terceraikan lagi. Arif berayun penuh manfaat. Di antara dua dunia; Melanglang timur dan barat. Mencapai hikmah mulia."

 

"Andai sang mata tiada bersifat mentari, mentari tak sanggup dilihat olehnya; Andai dalam diri tiada daya Ilahi, Bagaimana keilahian sanggup birahikan kita?"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?