Minggu 29: Pemberdayaan Tengkulak Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Petani

 


Ilustrasi Tengkulak
Sumber Gambar: Media Tani Indonesia

Bismillahirrahmanirrahiim,

Tengkulak adalah pedagang yang berkembang secara tradisional di Indonesia dalam membeli komoditas dari petani, dengan cara berperan sebagai pengumpul (gatherer), pembeli (buyer), pialang (broker), pedagang (trader), pemasaran (marketer) dan kadang sebagai kreditor  secara sekaligus. Berbagai sistem mereka gunakan dalam membeli komoditas, baik dengan cara membeli sebelum panen (ijon) maupun sesudah panen.

Tengkulak kadang berkonotasi negatif, karena kemampuannya menekan petani dalam hal menentukan harga komoditas, tapi kenyataannya petani begitu dekat dengan mereka, dalam mendapatkan informasi harga dan mereka adalah penguasa pasar sebenarnya di lapangan. Terkadang, tengkulak  merangkap juga petani produktif namun memiliki kemampuan kewirausahaan dan insting bisnis lebih baik dibandingkan petani lain di daerahnya.

Mereka bekerja menerobos sudut terjauh dari sentra produksi, dari pedalaman hingga ujung gunung, melakukan perdagangan antar daerah dan antar pulau yang begitu luas. Pendekatan secara personal dengan petani dan melakukan perdagangan bebas secara liberal. Kadang sudah memiliki alat transportasi sendiri, menggunakan piranti modern dalam berkomunikasi dan bertransaksi.

Berbeda dengan Negara Jepang yang menggunakan sistem bursa, sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik dalam penjualan hasil pertanian, tengkulak cenderung menentukan harga sepihak yang kurang menguntungkan petani. Hal ini menjadi disparitas harga yang sangat besar, antara harga panen yang diperoleh petani dengan harga komoditas yang dibeli masyarakat di pasar. Contoh dalam kejadian gonjang-ganjing harga cabai yang hanya 30 ribu ditingkat petani, tetapi mencapai 100 ribu ditingkat konsumen.

Berbagai upaya untuk merubah sistem perdagangan tengkulak telah dilakukan tapi hasilnya cenderung gagal , karena para tengkulak yang telah mengakar di masyarakat, tidak segan untuk berspekulasi dengan resiko rugi sekalipun untuk menguasai harga pasar. Lembaga yang pernah dibentuk dalam bentuk apapun, entah koperasi, bursa atau badan penyangga harga, rentan kalah bersaing dengan para tengkulak ini. Pengalaman untung rugi yang lama, pengetahuan sentra produksi dan celah pasar di berbagai daerah, membuat tengkulak mampu bergerak cepat serta kompetitif dalam mengalahkan lembaga bentukan baru.

 

Masalah

Jadi masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani, tanpa merubah budaya yang telah berakar di masyarakat. Pemberdayaan para tengkulak untuk meningkatkan kesejahteraan petani  adalah sisi yang selama ini belum pernah dilirik dalam paradigma pembangunan pertanian.

Tengkulak bukanlah monster yang sangat menakutkan, mereka hanyalah bagian dari sistem perdagangan tradisional masyarakat Indonesia. Dengan kemampuan “struggle” di lapangan yang luar biasa, harus mampu dimanfaatkan dalam 5 masalah revitalisasi pertanian yang meliputi:

 

1.                       Peningkatan produksi.

 

2.                      Peningkatan penanganan pasca panen.

 

3.                      Peningkatan kualitas produk pertanian.

 

4.                      Kesejahteraan petani.

 

5.                      Harga pasar yang stabil sehingga tidak merugikan konsumen.

Selama ini upaya peningkatan produksi dan kesejahteraan petani dilakukan dengan pendekatan formal oleh pemerintah, melalui petugas penyuluh lapangan (PPL) dari departemen pertanian, gabungan kelompok tani (Gapoktan), koperasi dan sebagainya. Semuanya hanya berada di sudut produksi, sementara di sudut pemasaran semuanya dikuasai para tengkulak. Sebagus apapun sudut produksi, penentu harga yang merupakan inti untuk kesejahteraan petani, tetap “dimainkan” oleh para tengkulak.

Demikian pula harga pasar yang layak diperoleh masyarakat, konsumen cenderung dirugikan karena sulit memperoleh harga komoditas murah, padahal sedang berlangsung puncak panen di sentra produksi. Para tengkulak tidak segan melakukan perjudian gaya kapitalis, dengan memperlambat transportasi, menimbun atau membuang hasil produksi dan persekutuan jahat antar tengkulak untuk merusak harga.

 

PEMBERDAYAAN TENGKULAK

Tengkulak harus  diberdayakan dalam menggarap 5 masalah revitalisasi pertanian di atas. Mereka harus dibina dalam rangka peningkatan produksi, kesejahteraan petani hingga harga yang tersangga untuk konsumen. Biarlah para tengkulak memperoleh keuntungan dan menjadi saudagar besar, asalkan petani sejahtera, pertanian Indonesia kuat dan konsumen diuntungkan dengan harga yang terjangkau juga kualitasnya bagus.

Sisi kelebihan tengkulak yang selanjutnya menjadi inti pemberdayaan secara positif:

 

1.                       Telah mengakar di masyarakat sehingga dikenali oleh masyarakat.

 

2.                      Bergerak siang malam hingga ke pelosok.

 

3.                      Mampu menggunakan bahasa yang dimengerti petani.

 

4.                      Mental wirausaha yang siap dengan resiko untung dan rugi.

 

5.                      Tidak perlu digaji sebagaimana tenaga penyuluh lapangan.

 

6.                      Relatif lebih cerdas dari petani umumnya dan bersikap terbuka.

 

7.                      Kemampuan marketing ke pasar antar kota dan antar pulau.

 

8.                  Sudah kenal dengan para pedagang dan dinamika serta kecurangan di pasar.

 

9.                      Paham dengan selera konsumen.

 

Skenario pemberdayaan tengkulak adalah harus menjadikan para tengkulak ini mengerti teknologi mutahir yang mampu meningkatkan produksi, penanganan pasca panen secara benar, mengintensifkan biaya transportasi dan menjembatani informasi harga, sehingga petani dan konsumen tidak dirugikan.

 

PEMBERDAYAAN TENGKULAK UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI

Diawali dengan memberikan pembinaan pengetahuan kepada tengkulak tentang kaidah pertanian yang baik sehingga produksi meningkat. Cara pemupukan yang baik, baik pupuk organik, kimia, pupuk padat dan cair. Pengetahuan penanggulangan hama dan resiko-resiko pertanian yang dapat merugikan petani.

Biarlah para tengkulak menjadi penyalur pupuk dan alat pertanian, asalkan produksi meningkat, petani mendapatkan pemasukan yang lebih besar dari sebelumnya dan peningkatan kesejahteraan.

Pantau dan dampingi terus para tengkulak dalam melakukan pembinaan kepada petani, agar tidak menjadi penjajah bagi para petani. Cara ini biasa lewat kompetisi antar tengkulak dan transparansi informasi harga yang berkembang di pasar kepada petani. Jika perlu ada advokasi ketika terjadi kecurangan praktek dagang yang merugikan petani.

Beri pengertian kepada para tengkulak, jika produksi hasil pertanian binaannya meningkat, mereka akan mendapat barang dagangan yang lebih banyak dan pasar yang lebih luas, berujung pada keuntungan yang berlipat.

 

PEMBERDAYAAN TENGKULAK UNTUK PASCA PANEN

Selama ini penanganan produk pertanian, khususnya buah dan sayur, mulai dari pemetikan dilakukan dengan cara yang sangat kasar, penyortiran hasil panen tanpa standar mutu, dikemas dengan karung-karung bekas dan diangkut dengan cara transportasi yang tradisional. Hal ini membuat hasil produksi berkualitas rendah, cepat busuk, kurang disukai konsumen sehingga kalah dengan produk pertanian impor.

Tengkulak harus mengarahkan petani tentang cara panen yang benar agar kualitas meningkat. Khususnya tanaman buah, pengeluaran untuk biaya kemasan yang baik justru menguntungkan, contoh; buah yang dijual curah dengan kemasan karung plastik harganya lebih murah, tapi jika dimasukan kotak peti atau kardus seperti buah impor, harganya meningkat lebih besar ketimbang pengeluaran untuk kemasan itu sendiri. Buah akan bertahan lebih lama dan bentuknya masih bagus ketika diterima konsumen. Bentuk yang bagus, segar, tidak lecet dan tidak kempot membuat konsumen berani membeli lebih mahal.

Jika para tengkulak memiliki tanggung jawab bisnis dari peningkatan produksi hingga penanganan pasca panen, maka  hasilnya akan menguntungkan tengkulak itu sendiri. Jika ada iming-iming keuntungan semacam ini, maka para tengkulak pasti mau dengan sukarela membina para petani.

 

PEMBERDAYAAN TENGKULAK UNTUK MENSEJAHTERAKAN PETANI

     Departemen Pertanian, wadah petani semacam Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), maupun swasta dapat melakukan cara ini jika ada niat untuk mensejahterakan petani. Cara ini hanya membutuhkan proses dari awal dengan jelas dalam mengarahkan para tengkulak. selanjutnya pengawalan di lapangan dan transparansi informasi harga serta advokasi kepada petani jika diperlukan.

Konsep ini harus menjadi “win-win solution” bagi investor, dalam hal ini baik pemerintah pemerintah maupun swasta. Para tengkulak harus tetap mendapat untung dan tercipta sistem yang membuat petani sejahtera.

Contoh lapangan petani tanaman buah di Bogor. Investor swasta adalah produsen pupuk organik cair, hasil riset yang sudah teruji. Kemudian menggunakan  metode pemberdayaan kepada tengkulak. Pada tahap pertama, para tengkulak dibina dan diarahkan tentang peningkatan produksi serta penanganan pasca panen.

Tahap kedua, para tengkulak bergerak dengan sukarela tanpa dibayar, melakukan penyuluhan dan pembinaan kepada petani yang sudah mereka kenal, secara lintas kecamatan di sentra-sentra produksi, agar pohon buahnya disemprot pupuk organic cair tersebut, sebelum masa pembungaan hingga sudah berbuah. Terbukti hasilnya meningkat, 20 sampai 100%, rata-rata dari biasanya 150 kg menjadi 250 kg perpohon. Petani tidak usah mengeluarkan biaya penyemrotan dan pupuk satu rupiahpun, hanya pihak investor meminta bagi hasil 10 kg buah perpohon. Petani untung karena produksi meningkat, tengkulak mendapatkan untung karena sudah memiliki ikatan jasa kepada petani pemilik pohon, tinggal menunggu waktu panen dan investor juga untung dari produksi pupuk cairnya dijual jauh lebih mahal.

Jika terjadi gagal panen atau tidak ada peningkatan produksi dari hasil rata-rata biasanya (umpamanya tetap di angka 150kg perpohon atau padi hanya 4 ton per hektar), maka pihak investor dan tengkulak tidak boleh mengambil benefit hasil atas investasi yang mereka tanamkan. Para tengkulak hanya sebagai tengkulak sebagaimana biasanya dan investor jika ingin memulangkan modalnya, silakan mengulang proses dari awal, menunggu pada musim panen buah yang akan datang. Umumnya para tengkulak sudah tahu, hasil rata-rata panen perpohon dan perhektar padi setiap lahan di wilayah usahanya.

Tahap ketiga, investor mengarahkan penanganan pasca produksi, dalam hal cara pemetikan, penyortiran, pengetahuan standar kualitas dan pengemasan dengan pengadaan kotak kardus 20 kg. Petani diuntungkan karena harga buah meningkat, walau dengan sedikit kerja tambahan karena harus bekerja lebih hati-hati. Biaya tenaga dan kardus sebesar 10 ribu, malah diuntungkan karena harga buah mampu meningkat seribu perkilo atau 20 ribu tiap kotaknya.

Para tengkulak diuntungkan karena mendapatkan produk yang berkualitas dan tahan lama, sehingga bergengsi dipasar untuk mendapatkan posisi tawar yang lebih baik kepada konsumen.

Selama ini para tengkulak memuat hasil produksi dengan karung bekas yang belum tentu higienis, buah ditekan agar dapat memuat lebih banyak ke dalam karung, kemudian ditumpuk di mobil bak terbuka yang melewati jalan berlubang. Maka buah akan akan mudah lecet, agar kempot bahkan cepat busuk yang sangat menurunkan minat konsumen dan harga jual.

(Najib Jayakarta)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?