Minggu 30: Perdana Menteri Israel Baru, Naftali Bennet

 

Sumber Gambar: Rublikpol

Pengusaha teknologi Israel, Naftali Bennett, dilantik sebagai Perdana Menteri Israel yang baru menggantikan Benjamin Netanyahu yang menjabat selama 12 tahun. PM Isarel yang baru ini berasal dari spektrum politik sayap kanan dan seorang Yahudi ortodoks. 

Dalam pemilihan umum yang keempat selama dua tahun terakhir, partainya, Yamina hanya mendapatkan empat dari 120 kursi di parlemen. Karena itu, banyak pihak yang terkejut dengan naiknya Bennett ke kursi perdana menteri.

Dalam pidatonya di parlemen Israel atau Knesset, Bennett berterima kasih kepada mantan perdana menteri atas 'lamanya dan pengabdian yang penuh dengan prestasi'. Pidatonya itu diiringi teriak dari loyalis Netanyahu yang menyoraki dengan kata-kata 'pembohong' dan 'memalukan'.

Bennett bukan orang asing bagi Netanyahu. Ia pernah menjabat kepala staf mantan perdana menteri tersebut, tapi hubungan mereka memburuk saat Bennett menjabat sebagai menteri pertahanan Netanyahu.

Walaupun keduanya berasal dari sayap kanan, Bennett menolak ajakan Netanyahu untuk bergabung dengannya setelah pemilu terakhir pada 23 Maret lalu. Kemenangan koalisi partai dari sayap kiri, moderat, kanan dan Arab dalam pemungutan suara mosi percaya sangat tipis, yakni 60-59.

Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya koalisi tersebut. Ribuan orang menyambut baik hasil ini. Namun, pemerintah Israel yang baru berencana menghindari langkah-langkah terkait isu luar negeri yang sensitif, seperti kebijakan terhadap warga Palestina dan lebih fokus pada isu-isu reformasi domestik.

Profil Naftali Bennet

Lahir dari kedua orang tua yang berasal dari AS, Bennett sangat liberal dalam ekonomi dan sangat keras dalam melawan musuh bebuyutan Israel, Iran. Dia merupakan mantan “anak didik” Netanyahu dan sempat mendapat sejumlah jabatan tinggi di bawah pemimpin Partai Likud tersebut. Namun dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara Bennett dan Netanyahu retak dan ketegangan antara keduanya meningkat. Pada akhir Mei, dua bulan setelah pemilu keempat Israel, Bennett mencapai kesepakatan dengan Lapid dan akhirnya membuka jalan bagi koalisi delapan partai di Knesset.

Bennett tinggal bersama istrinya bernama Gilat dan keempat anak mereka di kota Raanana. Dia terjun ke dunia politik setelah menjual perusahaan start-up teknologinya seharga 145 juta dollar AS pada 2005. Tahun berikutnya, Bennett menjadi kepala staf untuk Netanyahu yang saat itu masih menjadi oposisi. Setelah meninggalkan kantor Netanyahu, Bennett pada 2010 menjadi kepala Dewan Yesha yang melobi pemukim Yahudi di Tepi Barat. Pada 2012, dia mengambil alih partai sayap kanan Jewish Home yang menghadapi keruntuhan.

Bennett kerap melontarkan serangkaian komentar pedas tentang Palestina. Pada 2013, dia mengatakan bahwa “teroris” Palestina seharusnya dibunuh, bukannya dibebaskan. Dia juga berpendapat bahwa Tepi Barat tidak berada di bawah pendudukan karena dia menganggap tidak pernah ada namanya negara Palestina. Selain sempat menjadi komandan pasukan khsusus, Bennett sempat menjabat sebagai Menteri Ekonomi dan Menteri Pendidikan era Netanyahu. Bennett juga merombak partai Jewish Home sebagai partai berhaluan kanan baru sebelum akhirnya membentuk Yamina pada 2018.

Dukungan dari partai Islam Konservatif

Mantan pendukung dan pengkritik, menuduh Bennett mengkhianati pemilih sayap kanan karena bergabung dengan koalisi yang mencakup partai sayap kiri Meretz dan mendapat dukungan dari partai Islam konservatif Ra’am. Bennett menangkis kritik tersebut dengan menyatakan bahwa dia berencana memulihkan pemerintahan Israel dan menghindari pemilu kelima dalam waktu kurang dari dua tahun. Dalam sebuah wawancara dengan Channel 12, dia membenarkan keputusannya untuk bergabung dengan koalisi "perubahan". "Janji inti dari pemilu ini adalah untuk mengeluarkan Israel dari kekacauan. Saya memilih apa yang baik untuk Israel,” kata Bennett.

(Najib Jayakarta)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minggu 21 : St. Agustinus, Negara Tuhan & Kehidupan Biarawan

Minggu 7: Muhammadiyah atau NU?

Minggu 1: Norma Kesopanan

Minggu 19: Rasial, Klasifikasi Varian Manusia yang Kerap Berujung Diskriminatif

Minggu 28: Stigma Suku Betawi

Minggu 14: Minum Alkohol Tidak Mabuk, Boleh?

Minggu 10: Banyaknya Tugas Daring Pelajar Bunuh Diri

Minggu 12: Krisis Penjaga Gawang Demokrasi: Gibran dan Sang Partai Pengusung

Minggu 22 : Dosa Asal Manusia

Minggu 8: Pentas Seni atau Pentas Unjuk Gigi?